Ternyata Tempe Pertama Kali Dibuat Di Daerah Ini
DapurPesbuk | Siapa yang tak mengenal tempe? Makanan asli Indonesia yang terbuat dari fermentasi kedelai ini kaya akan gizi. Selain itu tempe juga bisa menjadi pengganti daging karena kandungan B12 nya. Dan siapa sangaka, jika tempe telah diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Namun kualitas tempe dari luar pastinya tidak sama dengan di Indonesia, karena perbedaan kualitas bahan baku dan cara pembuatannya yang terkesan tradisional dengan menggunakan daun pisang atau daun jati.
Meskipun tempe adalah makanan asli Indonesia. Tapi tahukah anda, dimana pertama kalinya tempe dibuat?
Melansir dari laman wikipedia.org, tidak jelas kapan pertama kalinya tempe dibuat. Namun, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta.
Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata "tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan.
Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa—mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.
Tapi Menurut bukti sejarah, yang perlu anda ketahui bahwa tempe pertama kalinya dibuat di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Dan tempe biasa dikonsumsi sekitar tahun 1700. Sebagaimana dimuat oleh jogjaupdate.com
Setelah itu tempe mulai menyebar ke sejumlah daerah. Sampai saat ini, setidaknya ada 100.000 pembuat tempe di Indonesia. Mayoritas para pembuat tempe tersebut adalah pelaku usaha modal kecil dan menengah denga kapasitas produksi 10 kg sampai 2 ton perhari.
Dengan meluasnya pasar tempe, cara pembuatan yang semula unik dan tradisional, sekarang kian beragam. Seperti misalnya pembuatan tempe di Malang, Jawa Timur yang menggunakan dua kali perebusan. Sedangkan di Yogyakarta hanya dengan menggunakan 1 kali perebusan.
Selain itu, bungkus tempe juga mulai beralih dari yang tadinya alami dengan menggunakan daun jati atau daun pisang, sekarang mulai menggunakan plastik.
Zaman memang berubah, akan tetapi budaya jangan sampai berubah. Oleh karena itulah Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) Indonesia bersama Forum Tempe Indonesia mengajukan tempe sebagai warisan budaya nonbenda atau Intangable Cultural Heritage of Humanity (ICHH) yang diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Dilansir dari National Geographic Indonesia, Ketua Forum Tempe Indonesia, Prof Made Astawan menjelaskan, pihaknya menginisiasi agar tempe bisa diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia. Inisiatif tersebut dimulai pada tahun 2014 dengan dilanjutkan pengumpulan data sampai pada tahun 2016, pengumpulan dokumen sudah masuk tahap akhir dan akan disampaikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pada Tahun 2017, pihaknya mulai mengajukan ke UNESCO dan dokumen tersaebut diharapkan bisa diterima oleh UNESCO pada tahun 2018 ini.
Ihaknya juga menggalang dukungan masyarakat secara daring. Hingga pada tanggal 29 Juli 2015, telah terkumpul 19.000 dukungan. Komunikasi juga dilakukan dengan berbagai pihak.
Salah satu cara penilaian UNESCO adalah dengan cara menilai pemerintah memlihara kesinambungan budaya tersebut. Dan tujuan dilakukannya semua itu adalah agar budaya konsumsi dan produksi tempe tidak hilang serta diklaim oleh negara lain.
Karena tempe berasal dari Indonesia, maka tak heran jika masyarakat Indonesia terbiasa mengonsumsi tempe, sehingga Indonesia menjadi negara dengan jumlah konsumsi kedelai terbesar di dunia. Rata-rata kebutuhan kedelai di Indonesia sekitar 2,5 juta ton per tahunnya. Sedangkan untuk 90 persennya untuk kebutuhan pangan., terutama diolah menjadi tempe.
Bagi masyarakat Indonesia, tempe bukanlah sekedar makanan, akan tetapi juga sarat dengan nilai budaya, sejarah, serta ekonomi bangsa. Oleh karena itulah, tempe layak menjadi simbol budaya Nusantara. Jadi, mencintai makanan tradisional sama juga mencintai bangsa.
Sumber |
Comments
Post a Comment